Pancasila
Peristiwa bersejarah hari lahirnya Pancasila mempertemukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri di Gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin. Presiden SBY dan Megawati memenuhi undangan untuk mengikuti upacara peringatan Pidato Bung Karno pada Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945. Pertemuan SBY dan Megawati dinilai sebagian tokoh politik sebagai embrio rekonsiliasi politik nasional. Kesan itu semakin kuat ketika SBY menyapa Mega sebelum memulai pidatonya. Yang saya cintai dan muliakan, Presiden RI yang kelima Ibu Megawati Soekarnoputri, demikian penggalan salam dalam Pidato Peringatan Hari Lahir Pancasila oleh Presiden SBY yang spontan disambut aplaus seluruh undangan. Usai menyampaikan pidato, SBY yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu menyalami Megawati yang saat itu mengenakan pakaian warna putih yang dipadu dengan merah.
Pertemuan kedua tokoh tersebut menjadi momentum penting setelah keduanya sempat berseteru menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004. Menurut Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dari aspek politik, pertemuan kedua tokoh ini merupakan sesuatu yang sangat positif. Dia menilai, publik akan melihat pertemuan ini sebagai rekonsiliasi. Minimal, pertemuan itu sudah dilakukan secara simbolik. Anas mengharapkan, pertemuan ini perlu ditindaklanjuti seluruh tokoh partai dan elemen bangsa. Ini bagian momentum bersejarah untuk persatuan nasional kita ke depan, katanya di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, rakyat merindukan para pemimpin, baik yang sedang bertugas maupun mantan, bisa rukun dan menjalin silaturahmi.
Menurut dia, walaupun beda kamar politik, kerukunan dan silaturahmi para pemimpin bangsa adalah hal yang menyejukkan sistem politik na-sional. Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung mengaku senang bertemunya dua tokoh penting itu. Menurut dia, hal ini mengisyaratkan bahwa iklim politik saat ini semakin kondusif dalam menyongsong agenda-agenda nasional ke depan. Saya sangat senang sekali Mbak Mega datang, ungkapnya. Menurut mantan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Pramono Anung, Megawati sebagai pimpinan partai besar punya pengaruh yang signifikan dalam setiap langkahnya, termasuk pertimbangannya mau menghadiri acara peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni.
Padahal, kata dia, dalam acara tersebut sudah jelas MPR sebagai fasilitator juga mengundang Presiden SBY. Kehadiran Ibu Megawati patut dimaknai oleh Setgab koalisi, kata Pramono Anung di sela-sela acara Serasehan Pancasila di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jl Proklamasi, Jakarta, kemarin. Di internal PDIP, hal tersebut tidak akan berpengaruh dengan sikap politiknya, apakah akan masuk dalam koalisi atau tidak. Sebab, kata dia, dalam Kongres III PDIP sudah jelas diamanatkan bahwa PDIP tetap pada posisinya sebagai partai penyeimbang pemerintah menjalankan fungsinya sebagai check and balances.
Dia juga mengajak warga negara Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai pemikiran yang kemudian diaktualisasikan dan diimplementasikan, baik di masa kini maupun di masa mendatang. Menurut dia, dasar negara yang disampaikan Bung Karno menyangkut nasionalisme, internasionalisme, kemufakatan, kesejahteraan, dan ketuhanan. Dia menambahkan, untuk merumuskan Pancasila, Bung Karno menggali nilai-nilai kebudayaan Indonesia. Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri berharap agar MPR bisa terus melaksanakan peringatan Hari Lahir Pancasila setiap tahunnya. Kami berharap, ini bisa terus disosialisasikan kepada seluruh bangsa, katanya.
Di tempat lain, DPP PDIP menggelar upacara peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni Ke- 65 tanpa dihadiri Megawati. Padahal, dia dijadwalkan menjadi inspektur upacara dan menyampaikan pidato politik pada acara tersebut. Namun, Mega harus menghadiri acara dengan tema sama yang diselenggarakan oleh MPR. Ibu Megawati diundang sebagai mantan Presiden oleh MPR, kata Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning yang menggantikan Megawati sebagai inspektur upacara di area parkir DPP PDIP, Jakarta, kemarin. Megawati yang kemudian menghadiri Sarasehan Pancasila di Gedung Proklamasi mengatakan bahwa kedatangannya ke Gedung MPR/DPR karena merupakan momentum penting di mana Kongres PDIP telah memutuskan Pancasila 1 Juni sebagai ideologinya. Ketika di hari tersebut diperingati secara kenegaraan, kata dia, dirinya punya alasan kuat kenapa harus hadir dalam acara tersebut.
Saya seharusnya jadi inspektur upacara DPP partai untuk sampaikan pidato tentang Pancasila 1 Juni. Tapi, karena undangan Ketua MPR, maka saya dengan alasan yang kuat datang ke MPR. Pada waktu-waktu lalu hal itu belum tentu dilakukan dengan baik, ungkapnya. Acara Sarasehan Pancasila yang juga digelar PDIP dikemas dalam bentuk diskusi dengan menghadirkan pembicara dari kalangan parpol dan sejarawan dan dibuka langsung oleh Megawati. Megawati mengatakan, Pancasila dan Bung Karno tidak bisa dipisahkan, menurut informasi yang diterima Blogger Indonesia. Karena itu, selain mencanangkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila, Megawati juga mencanangkan Bulan Juni sebagai Bulan Bung Karno. Menurut dia, pencanangan bulan Bung Karno ini dilatari oleh beberapa peristiwa penting dalam kehidupan sang Proklamator ini. Dia menjelaskan, peristiwa penting yang dialami Bung Karno mayoritas terjadi pada bulan Juni.
Menurut dia, walaupun beda kamar politik, kerukunan dan silaturahmi para pemimpin bangsa adalah hal yang menyejukkan sistem politik na-sional. Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung mengaku senang bertemunya dua tokoh penting itu. Menurut dia, hal ini mengisyaratkan bahwa iklim politik saat ini semakin kondusif dalam menyongsong agenda-agenda nasional ke depan. Saya sangat senang sekali Mbak Mega datang, ungkapnya. Menurut mantan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Pramono Anung, Megawati sebagai pimpinan partai besar punya pengaruh yang signifikan dalam setiap langkahnya, termasuk pertimbangannya mau menghadiri acara peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni.
Padahal, kata dia, dalam acara tersebut sudah jelas MPR sebagai fasilitator juga mengundang Presiden SBY. Kehadiran Ibu Megawati patut dimaknai oleh Setgab koalisi, kata Pramono Anung di sela-sela acara Serasehan Pancasila di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jl Proklamasi, Jakarta, kemarin. Di internal PDIP, hal tersebut tidak akan berpengaruh dengan sikap politiknya, apakah akan masuk dalam koalisi atau tidak. Sebab, kata dia, dalam Kongres III PDIP sudah jelas diamanatkan bahwa PDIP tetap pada posisinya sebagai partai penyeimbang pemerintah menjalankan fungsinya sebagai check and balances.
Pertemuan antara kedua tokoh tersebut tidak akan memengaruhi sikap politik PDIP secara substansial, misalnya jadi berubah koalisi atau tidak koalisi, ungkapnya. Saat menyampaikan pidato, Presiden SBY menegaskan bahwa Pancasila harus dijadikan pedoman hidup atau living ideology guna membawa Indonesia sebagai negara yang maju. Meski demikian, dia tidak setuju apabila Pancasila dikeramatkan. Pancasila tidak perlu kita keramatkan karena akan menghalang-halangi Pancasila merespons perkembangan zaman, kata SBY saat Peringatan Pidato Soekarno tentang Pancasila di MPR/DPR, Jakarta, kemarin.
Dia juga mengajak warga negara Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai pemikiran yang kemudian diaktualisasikan dan diimplementasikan, baik di masa kini maupun di masa mendatang. Menurut dia, dasar negara yang disampaikan Bung Karno menyangkut nasionalisme, internasionalisme, kemufakatan, kesejahteraan, dan ketuhanan. Dia menambahkan, untuk merumuskan Pancasila, Bung Karno menggali nilai-nilai kebudayaan Indonesia. Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri berharap agar MPR bisa terus melaksanakan peringatan Hari Lahir Pancasila setiap tahunnya. Kami berharap, ini bisa terus disosialisasikan kepada seluruh bangsa, katanya.
Di tempat lain, DPP PDIP menggelar upacara peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni Ke- 65 tanpa dihadiri Megawati. Padahal, dia dijadwalkan menjadi inspektur upacara dan menyampaikan pidato politik pada acara tersebut. Namun, Mega harus menghadiri acara dengan tema sama yang diselenggarakan oleh MPR. Ibu Megawati diundang sebagai mantan Presiden oleh MPR, kata Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning yang menggantikan Megawati sebagai inspektur upacara di area parkir DPP PDIP, Jakarta, kemarin. Megawati yang kemudian menghadiri Sarasehan Pancasila di Gedung Proklamasi mengatakan bahwa kedatangannya ke Gedung MPR/DPR karena merupakan momentum penting di mana Kongres PDIP telah memutuskan Pancasila 1 Juni sebagai ideologinya. Ketika di hari tersebut diperingati secara kenegaraan, kata dia, dirinya punya alasan kuat kenapa harus hadir dalam acara tersebut.
Saya seharusnya jadi inspektur upacara DPP partai untuk sampaikan pidato tentang Pancasila 1 Juni. Tapi, karena undangan Ketua MPR, maka saya dengan alasan yang kuat datang ke MPR. Pada waktu-waktu lalu hal itu belum tentu dilakukan dengan baik, ungkapnya. Acara Sarasehan Pancasila yang juga digelar PDIP dikemas dalam bentuk diskusi dengan menghadirkan pembicara dari kalangan parpol dan sejarawan dan dibuka langsung oleh Megawati. Megawati mengatakan, Pancasila dan Bung Karno tidak bisa dipisahkan, menurut informasi yang diterima Blogger Indonesia. Karena itu, selain mencanangkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila, Megawati juga mencanangkan Bulan Juni sebagai Bulan Bung Karno. Menurut dia, pencanangan bulan Bung Karno ini dilatari oleh beberapa peristiwa penting dalam kehidupan sang Proklamator ini. Dia menjelaskan, peristiwa penting yang dialami Bung Karno mayoritas terjadi pada bulan Juni.