Izin 18 Sekolah RSBI Dicabut
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mencabut izin 18 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) karena tidak memenuhi persyaratan pendirian, menurut hasil informasi yang diterima Blogger Indonesia. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kemendiknas Suyanto mengatakan, ke-18 sekolah RSBI itu terdiri atas 8 SMP, 8 SMK, dan 2 SMA. Menurut dia, pencabutan izin disebabkan standar dan mutu pendidikan di 18 sekolah itu menurun.
Suyanto mencontohkan, penurunan mutu terjadi pada kemampuan bahasa Inggris siswa dan atau guru menurun, pergantian kepala sekolah yang tidak memenuhi syarat, pengembangan silabus dan proses pembelajaran yang menurun. Kita memang mengevaluasi sekolah-sekolah setiap tahunnya. Tidak kita sebut lokasinya karena ini sama dengan aib, tegas Suyanto di Gedung Kemendiknas, Jakarta, kemarin. Suyanto menjelaskan, status sekolah RSBI itu dicabut, kemudian dikembalikan ke sekolah standar nasional (SSN) bagi SMP dan SMA. Untuk SMK, diberikan waktu satu tahun untuk evaluasi. Kemendiknas pun saat ini sedang menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan (Disdik) di setiap provinsi guna mengevaluasi RSBI yang ada.
Selain mengevaluasi mutu sekolah RSBI, Kemendiknas dan Disdik akan mengawasi pungutan biaya di luar yang dipersyaratkan. Karena itu, ujar Suyanto, pencabutan izin RSBI masih bisa bertambah. Terkait syarat perubahan sekolah menjadi bertaraf internasional, menurut Suyanto, memang cukup sulit. Di antaranya minimal 10% guru untuk tingkat SD harus berjenjang magister (S-2) dan doktoral (S-3), sedangkan untuk SMP harus 20% dan SMA sebesar 30%. Kepala sekolah,lanjutnya,juga harus minimal berpendidikan S-2 dan mampu berbahasa asing aktif. Sekolah juga harus mendapatkan akreditasi A dari badan standar sekolah tepercaya. Sarana dan prasarana juga harus lengkap dengan teknologi, informasi, dan komunikasi terdepan.
Kurikulum selain menyesuaikan dengan standar nasional juga diperkaya dengan kurikulum negara maju, jelasnya. Untuk SMA, harus menerapkan sistem satuan kredit semester (SKS). Kemudian, lanjutnya, pembelajaran di RSBI harus mengacu pada sistem bilingual (dua bahasa) serta manajemen sekolah harus berstandar ISO 9001:14000. Syarat lainnya, jelas Suyanto, sekolah RSBI harus diaudit oleh lembaga independen sehingga transparan dan akuntabel.
Rumitnya persyaratan yang ada, ungkapnya, menyebabkan tidak semua sekolah di Indonesia mampu memiliki status internasional. Namun, sesuai dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), khususnya Pasal 50 ayat 3, setiap kabupaten atau kota minimal harus memiliki satu SD, SMP, SMA, dan SMK yang menyandang status RSBI.
Sekretaris Dirjen Mandikdasmen Kemendiknas Bambang Indriyanto mengatakan, Kemendiknas sudah mengumpulkan 22 kepala sekolah RSBI untuk membahas mahalnya biaya masuk yang harus ditanggung siswa. Namun, dari pertemuan itu terungkap bahwa biaya masuk yang mahal tidak menjadi persoalan bagi orang tua siswa yang mampu.
Dari pertemuan itu juga, kata Bambang, terungkap bahwa siswa yang berhasil masuk ke sekolahRSBI tidak hanya dilihat dari segi ekonomi saja. Mereka tetap harus lulus ujian saringan, pintar bahasa asing, lulus ujian nasional (UN). Untuk yang tidak mampu ada subsidi 20% agar bisa masuk di RSBI, jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Bidang Pendidikan Ade Irawan menyatakan, pencabutan izin 18 sekolah RSBI merupakan upaya Kemendiknas untuk merespons secara cepat kritikan atas mahalnya biaya masuk. Namun, Ade menilai, langkah ini tidak akan menyelesaikan persoalan yang ada.
Sebenarnya, bukan pencabutan status yang masyarakat mau, tetapi terjangkaunya pendidikan untuk semua, tegasnya. Menurut informasi yang diterima Blogger Indonesia bahwa Ade juga menyayangkan sikap pemerintah yang tertutup dalam memublikasikan pencabutan izin sekolah RSBI ini. Terutama tidak menyebutkan lokasi sekolah. Publikasi ke umum justru dapat menjadi cambuk bagi sekolah agar tidak sembarangan menetapkan biaya masuk, paparnya.
Selain mengevaluasi mutu sekolah RSBI, Kemendiknas dan Disdik akan mengawasi pungutan biaya di luar yang dipersyaratkan. Karena itu, ujar Suyanto, pencabutan izin RSBI masih bisa bertambah. Terkait syarat perubahan sekolah menjadi bertaraf internasional, menurut Suyanto, memang cukup sulit. Di antaranya minimal 10% guru untuk tingkat SD harus berjenjang magister (S-2) dan doktoral (S-3), sedangkan untuk SMP harus 20% dan SMA sebesar 30%. Kepala sekolah,lanjutnya,juga harus minimal berpendidikan S-2 dan mampu berbahasa asing aktif. Sekolah juga harus mendapatkan akreditasi A dari badan standar sekolah tepercaya. Sarana dan prasarana juga harus lengkap dengan teknologi, informasi, dan komunikasi terdepan.
Kurikulum selain menyesuaikan dengan standar nasional juga diperkaya dengan kurikulum negara maju, jelasnya. Untuk SMA, harus menerapkan sistem satuan kredit semester (SKS). Kemudian, lanjutnya, pembelajaran di RSBI harus mengacu pada sistem bilingual (dua bahasa) serta manajemen sekolah harus berstandar ISO 9001:14000. Syarat lainnya, jelas Suyanto, sekolah RSBI harus diaudit oleh lembaga independen sehingga transparan dan akuntabel.
Rumitnya persyaratan yang ada, ungkapnya, menyebabkan tidak semua sekolah di Indonesia mampu memiliki status internasional. Namun, sesuai dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), khususnya Pasal 50 ayat 3, setiap kabupaten atau kota minimal harus memiliki satu SD, SMP, SMA, dan SMK yang menyandang status RSBI.
Maksimal jumlah sekolah RSBI hanya 2.000 di Indonesia, tandasnya. Berdasarkan catatan Kemendiknas, jumlah sekolah RSBI di Indonesia mencapai 1.110. Jumlah itu terdiri atas 997 sekolah negeri dan 113 sekolah swasta. Dari jumlah itu, SD berstatus RSBI tercatat sebanyak 195 sekolah, SMP 299 sekolah, SMA 321 sekolah, dan SMK 295 sekolah.
Sekretaris Dirjen Mandikdasmen Kemendiknas Bambang Indriyanto mengatakan, Kemendiknas sudah mengumpulkan 22 kepala sekolah RSBI untuk membahas mahalnya biaya masuk yang harus ditanggung siswa. Namun, dari pertemuan itu terungkap bahwa biaya masuk yang mahal tidak menjadi persoalan bagi orang tua siswa yang mampu.
Dari pertemuan itu juga, kata Bambang, terungkap bahwa siswa yang berhasil masuk ke sekolahRSBI tidak hanya dilihat dari segi ekonomi saja. Mereka tetap harus lulus ujian saringan, pintar bahasa asing, lulus ujian nasional (UN). Untuk yang tidak mampu ada subsidi 20% agar bisa masuk di RSBI, jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Bidang Pendidikan Ade Irawan menyatakan, pencabutan izin 18 sekolah RSBI merupakan upaya Kemendiknas untuk merespons secara cepat kritikan atas mahalnya biaya masuk. Namun, Ade menilai, langkah ini tidak akan menyelesaikan persoalan yang ada.
Sebenarnya, bukan pencabutan status yang masyarakat mau, tetapi terjangkaunya pendidikan untuk semua, tegasnya. Menurut informasi yang diterima Blogger Indonesia bahwa Ade juga menyayangkan sikap pemerintah yang tertutup dalam memublikasikan pencabutan izin sekolah RSBI ini. Terutama tidak menyebutkan lokasi sekolah. Publikasi ke umum justru dapat menjadi cambuk bagi sekolah agar tidak sembarangan menetapkan biaya masuk, paparnya.