Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Demokrasi

Apakah anda masih ingat dengan postingan sebelumnya pada blog Type Approval Indonesia? Ya, Pengkajian Pegawai Negeri Sipil merupakan postingan sebelumnya pada blog Type Approval Indonesia. Kali ini hasil informasi yang di dapat type approval Indonesia menerangkan bahwa Ilmuwan politik asal Amerika Serikat (AS) Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man (1992) menegaskan bahwa tatanan dunia pada akhirnya akan mengerucut ke satu kutub ideologi unipolar, yaitu demokrasi dan kapitalisme.

DemokrasiDemokrasi dan kapitalisme akan mengalahkan otoritarianisme dan sosialisme-komunisme, mungkin berbeda dengan menurut anda. Ramalan Fukuyama terbukti. Seiring berakhirnya Perang Dingin yang ditandai bubarnya Uni Soviet dan runtuhnya Tembok Berlin pada 1989, demokrasi adalah model ketatanegaraan ideal yang dipilih sebagian besar negara di dunia. Dikotomi Negara Dunia Pertama versus Negara Dunia Kedua warisan Perang Dingin pun hilang dengan sendirinya.

Demokrasi yang dianut negara-negara Barat, sebagai pemenang the battle of ideology seperti dikatakan Fukuyama, menjadi paham politik dan ketatanegaraan global yang paling dominan. Sementara Negara Dunia Kedua atau negara-negara penganut sosialisme-komunisme secara perlahan beralih pada sistem demokrasi. Hal ini misalnya terjadi di negara-negara pecahan Uni Soviet.

Demokrasi merupakan sistem politik yang paling jamak digunakan di hampir seluruh negara di dunia. Hingga saat ini, boleh dikatakan hampir semua negara menerapkan sistem demokrasi. Hanya sedikit negara yang masih menerapkan model sistem otoriter atau kepemimpinan diktator yang militeristik, misalnya di Kuba, Korea Utara atau beberapa negara Afrika.

Menurut data Freedom House, pertumbuhan negara demokrasi cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada 1979, persentase negara demokrasi sebesar 32% dari total negara di dunia, sedangkan negara nondemokrasi sebesar 35%. Sepuluh tahun kemudian, jumlah negara demokrasi meningkat menjadi 37%. Pada 1999, jumlah negara penganut demokrasi meningkat pesat seiring runtuhnya Uni Soviet.

Kemudian, pada 2009 persentase negara demokrasi kembali meningkat menjadi 46%. Mengapa sistem demokrasi dipilih dan disebut sebagai yang ideal? Setidaknya ada beberapa alasan. Pertama, demokrasi mengakomodasi suara rakyat yang terwujud melalui partisipasi politik dalam pemilu. Karena itu, dalam sistem pemerintahan posisi rakyat (demos) dihargai dalam pengambilan keputusan politik.

Kedua, dari segi partai politik, hampir semua negara demokrasi menyandarkan sistem pemilunya pada sistem multipartai. Sistem multipartai memungkinkan berlangsungnya mekanisme check and balance yang dilakukan oleh partai terhadap pemerintah atau partai penguasa. Sebaliknya, negara-negara monopartai cenderung berkuasa dengan sewenang-wenang karena tidak adanya kontrol dari parlemen.

Hal ini misalnya terjadi di China, Korea Utara atau Kenya. Ketiga, sistem demokrasi dipercaya sebagai sistem yang paling ideal dan selaras dengan tuntutan pertumbuhan ekonomi. Ahli politik asal AS Samuel Huntington dalam bukunya Tertib Politik dalam Masyarakat yang sedang Berubah (1983) berkali-kali menegaskan bahwa untuk mewujudkan modernisasi ekonomi, diperlukan adanya modernisasi sistem politik, penguatan lembaga-lembaga politik dan stabilitas politik.

Semua prasyarat yang dimaksud, menurut Huntington,hanya dapat dipenuhi oleh sistem politik demokrasi. Memang tidak semua negara penganut demokrasi berhasil menjalankan substansi demokrasi dengan baik. Partisipasi politik dalam pemilu masih dianggap rutinitas prosedural semata. Partai politik pun tidak semuanya mampu menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah.

Begitu pula tidak semua negara demokrasi maju secara ekonomi. Negara-negara teokrasi di Timur Tengah yang tidak melaksanakan pemilu ternyata ekonominya lebih maju ketimbang negara demokrasi. Seperti diuraikan di atas, salah satu cacat terbesar yang melukai demokrasi ialah masalah politik uang. Dalam konteks ini, uang dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan demokrasi,untuk menarik dukungan dalam suatu pemilihan.

Semakin banyak uang yang dikeluarkan, semakin banyak pula dukungan politik yang didapatkan. Hal ini tidak hanya terjadi di negara berkembang saja. Negara demokrasi modern pun dianggap belum bersih dari skandal politik uang. Kelemahan lain sistem demokrasi ialah bahwa untuk mencapai tujuan demokrasi kerap dilakukan dengan mengabaikan prinsip demokrasi itu sendiri.

Demokrasi menjunjung tinggi persamaan hak serta menghindari pemaksaan kehendak. Namun, invasi AS beserta sekutunya di Irak dan Afghanistan sama sekali tidak menunjukkan sikap demokratis. Pemaksaan kehendak demokrasi atas nama menjungkalkan rezim otoriter atau perang melawan terorisme justru malah menoreh luka bagi rasa keadilan dan HAM. Bangunan sistem demokrasi memang belum sempurna, tergantung penerapannya di ruang dan waktu yang berbeda. Terlepas dari sederet kekurangannya, demokrasi sudah dipilih sebagai sistem politik paling ideal bagi hampir seluruh komunitas dunia. Namun, secara universal, tidak ada yang salah dengan substansi demokrasi. Kesalahannya ialah pada penerapan atau cara-cara yang dilakukan elite untuk mencapai tujuan demokrasi.